Senin, 24 November 2008

Kesejukan Angin Gurun


Saat musim panas datang di wilayah Hadhramaut. Maka fenomena alam yang tak dijumpai di Indonesia akan segera hadir. Dari temperatur udara yang sangat tinggi hingga angin topan yang menerbangkan butir-butir pasir ke udara. Wilayah Hadhramaut yang lebih dikenal sebagai lembah Ahgaff di dalam Al-Quran merupakan daerah kering. Gunung-gunungnya merupakan bongkahan batu besar yang belum melapuk. Lereng-lerengnya curam, terjal dan hanya berupa bebatuan. Lembah-lembahnya memanjang dari Oman sampai Yaman selatan berisikan butiran pasir kering yang setiap saat bisa terbang ke mana arah angin bertiup. Hanya sebagian kecil yang merupakan lembah subur dan dapat ditanami tumbuh-tumbuhan. Tidak heran jika sebagian besar lembah itu tak berpenghuni.
Diantara lembah-lembah yang berpenghuni padat adalah lembah Tarim. Lembah yang diberkahi. Di sana hidup keluarga besar Ahlu Bait yang merupakan keturunan Imam besar Al-Muhajir Ahmad bin Isa –semoga Allah merahmatinya. Memang Imam Al-Muhajir tidak sempat menetap di lembah Tarim. Beliau pertama kali singgah dan berdakwah di wilayah Hijrain. Yaitu sebuah perkampungan kecil yang terletak di lereng pegunungan batu yang terjal. Dan beliau terakhir kali singgah di Husaisah hingga beliau wafat di sana. Tetapi, keturunannya lebih banyak yang menetap di Tarim. Bahkan Tarim merupakan pusat dakwah keurunan beliau. Di sanalah para ahli bait menebar agama Islam dengan penuh rahmat. Dan seluruh masyarakat menerima dengan sepenuh hati. Dan Ahlu Bait menjadi teladan bagi seluruh masyarakat Tarim.
Bahkan setelah Ahlu Bait semakin banyak maka diutuslah beberapa utusan untuk berdakwah di sekitar Tarim. Dan mereka berhasil menanamkan ruh Islam dalam jiwa mereka. Sehingga seluruh Hadhramaut menjadi wilayah dakwah Islamiah yang subur dan sukses. Seluruh masyarakatnya merupakan cerminan akhlak islamiah. Dan tidak sedikit dari hasil didikan ahlu bait menghasilkan lulusan yang luar biasa dari kalangan qobilah setempat. Qobilah-qobilah itulah yang hingga kini banyak menjadi pembantu dakwah ahlu bait di berbagai tempat. Seperti Al-Amudy, Ba'abad, Al-Khotib, Basa'id dan masih banyak qobilah-qobilah lain yang menjadi contoh dalam keilmuan. Bahkan dalam prakteknya banyak ahlu bait yang berguru pada qobilah-qobilah yang sangat alim dalam bidang ilmu agama. Sehingga mereka seolah-olah menjadi guru dan murid dalam waktu yang bersamaan.
Puncak tertinggi dalam usaha dakwah dengan penuh rahmat adalah pada masa al-Imam Al-Faqih al-Muqoddam Muhammad bin Aly Ba'alawy. Yaitu sekitar abad ke-6 Hijriah. Yang mana beliau merupakan rujukan para da'i Ahlu Bait Bani Alawy yang hidup setelahmya. Karena beliaulah yang mendirikan Thoriqoh alwiyah dan menjadi Mursyid yang menjadi penunjuk umat Islam di zaman itu. Beliaulah orang yang mencanangkan dakwah tanpa pedang dan mengajak perdamaian diantara para Qobilah. Hal itu ditandai dengan pematahan pedang miliknya sebagai tanda pematahan simbol kekerasan. Yang mana sebenarnya sebelum beliau menjadi tokoh sufi, beliau merupakan alim fikih yang hendak dijadikan qodhi oleh gurunya. tapi, beliau lebih memilih menjadi sufi yang hanya memikirkan masalah ukhrowi dari pada duniawi. Akan tetapi, thoriqoh yang beliau bawa sangat berbeda dengan thoriqoh yang lain. Thoriqoh beliau lebih menekankan pada ilmu, amal dan waro'. Maka, tak heran jika setelah beliau wafat seluruh pengikutnya merupakan orang yang ahli ilmu dan amal. Beliau dimakamkan di Zambal bukit kecil tempat pemakaman para Ahli bait yang tinggal di Tarim.
Para keturunan al-Faqih Al-Muqoddam menjadi penerus yang tidak mengecewakan. Mereka meneruskan beliau dalam hal keilmuan dan pengamalan. Secara keilmuan mereka merupakan penerus madzhab Syafi'i dalam bidang fikih, penerus madzhab Asy'ari dalam hal aqidah dan penerus Imam al-Ghozaly dalam hal tasawuf.
Dari keturunan merekalah muncul para dai yang gigih. Sehingga masyarakat Hadhramaut menjadi masyarakat Muslim yang benar-benar menjadi contoh dari agama Islam yang hidup.
Tidak hanya di Hadhramaut, melainkan ke seluruh dunia. Dimulai dari dakwah ke India kemudian ke malaysia dan Indonesia serta negara-negara di Afrika. Di Indonesia mereka merupakan para dai yang bersikap fleksibel dan ramah. Mereka tidak serta merta menumpas semua kebudayaan yang telah melekat di masyarakat. Melainkan, mereka mewarnai budaya itu dengan nilai-nilai Islam yang univbersal. Mereka itulah yang terkenal dengan wali songo yang mana puncak kejayaannya adalah didirikannya kerajaan demak di Jawa Tengah. Sedangkan di wilayah lain muncullah kerajaan-kerajaan Islam yang lainnya.
Dari hasil dakwah mereka, akhirnya banyak penduduk setemapat yang ingin langsung menimba ilmu dari sumbernya, di Hadhramaut. Akhirnya dengan bekal keyakinan yang mantap mereka berbondong-bondong menimba ilmu ke Hadhramaut. Baik yang berasal dari Afrika, India, Malaysia, Singapura, Tahiland dan Indonesia. Baik mereka yang merupakan keturunan Hadhramaut maupun orang pribumi yang telah benar-benar mencintai ahlu bait dan ilmu mereka.
Dari zaman ke zaman. Akhirnya, para pendatang ke Hadhramaut jumlahnya semakin bertambah. Akhirnya didirikanlah lembaga-lembaga keilmuan yang menampung para pelajar dari berbagai daerah. Berdirilah Ribath Tarim yang mana sebelumnya para penimba ilmu belajar di Masjid-masjid dari para Habaib. Kini mereka telah terkumpul dalam sebuah pondok yang khusus untuk belajar ilmu agama. Keberadaan Ribath ini pernah dicurigai oleh penjajah dari Rusia sebagai tempat para Mujahidin yang hendak memberontak, sehingga Ribath ini pernah ditutup untuk waktu yang cukup lama.
Setelah penjajah pergi dari Hadhramaut akhirnya Ribath ini dibuka lagi dan para penuntut ilmu semakin banyak berdatangan dari berbagai daerah dalam dan luar negeri. Di sini para ulama mengajarkan ilmu mereka. Dan para santri dengan sabar mengumpulkan setiap ilmu yang diberikan pada mereka. Hingga tercetaklah ratusan ulama yang tersebar di seluruh dunia dari Ribath Tarim.
Setelah Ribath Tarim dianggap tidak mencukupi lagi. Dikarenakan jumlah pendatang yang semakin banyak, maka didirikanlah Darul Musthofa sebagai lembaga keilmuan Islam dan dakwah. Disana menjadi pusat pengkajian keilmuan islam yang sangat luas dan juga dilatih untuk bisa berdakwah. Setiap seminggu sekali mereka dilatih untuk berdakwah ke desa-desa di pelosok Hadhramaut. Yang mana di sana jarak ada ulama yang sampai ke tempat itu. Tugas mereka adalah menyampaikan ajaran tentang amaliah yaumiah, seperti sholat dan sebagainya. Bahkan tidak jarang mereka harus mengajari bacaan al-Fathihah pada penduduk setempat. Karena dakwah tentang keilmuan islam belum sampai pada mereka.
Para pelajar di Darul Musthofa lebih beragam dari pada di Ribath Tarim. Mereka berasal dari seluruh belahan dunia. Baik dari eropa, seperti Inggris, Swedia dan Italia. Dari Amerika, Australia, Asia, dan Afrika. Semuanya merupakan orang-orang yang ingin meneruskan dakwah Islam ala ahlussunah wal jamaah yang dibawa oleh ahlu bait.
Setelah Darul Musthofa berhasil menjadi lembaga keilmuan Islam dan dakwah yang sangat subur. Didirikanlah Fakultas Syariah pertama di Kota Tarim yang berada dibawah naungan Universitas Al-Ahgaff di Mukalla, Ibu kota Hadhramaut. Fakul tas Syariah ini merupakan satu-satunya lembaga pengkajian keilmuan Islam di Tarim yang resmi setingkat Universitas di seluruh dunia. Meskipun sebenarnya lembaga lain lebih berkualitas dalam keilmuan, namun secara ijazah resmi, fakultas syariahlah yang telah diakui posisinya sebagai lembaga keilmuan resmi setingkat perguruan tinggi.
Dari para pendatang yang berasal dari berbagai manca negara. Mayoritas belum pernah merasakan keringnya udara gurun pasir. Tidak heran jika pertama kali mereka sampai di Hadhramaut, mereka akan mengeluh kepanasan. Tetapi, setelah mereka menerima bimbingan dari guru-guru mereka dengan disertai kemauan yang tinggi akan belajar ilmu agama yang benar mereka merasakan keringnya udara di tepi gurun Ahgaff ini sangat sejuk, sesejuk udara di hutan-hutan tropis. Ketika proses pembelajaran agama dengan mendengarkan pembacaan kitab-kitab salaf dan kholaf, mereka merasa bahwa udara di sekitar mereka adalah udara yang semilir menyejukan jiwa. Meskipun panasnya udara menyekap jasad mereka, tetapi kesejukan menyelimuti jiwa mereka. Saat pengamalan ilmu, mereka seolah berada di dunia lain yang jauh dari kehidupan dunia nyata ini. Maka, duduk beralaskan pasir tak menjadi masalah. Bersujud diatas debu-debu seolah menambah kekhusyu'an. Mandi debu yang dibawa angin adalah sebuah kewajaran.
Di lembah inilah kesejukan angin gurun aku rasakan.
Bukan kesejukan jasadiah, melainkan kesejukan ruhiah.


Dzul qo'dah 1429
31 Oktober 2008

mamad

Pelajar Fakultas Syariah Universitas Al-Ahgaff

Tidak ada komentar: