dalam kesempatan Rabu, 17 Desember 2008 pukul 19.30-10.00 WY Mahasiswa Fak. Syariah Universitas Al-Ahgaff mengadakan diskusi ilmiah sekitar bab jual beli dalam konteks fikih. sedangkan kitab yang didiskusikan adalah kitab Fathul qorib AlMujib Syarah Taqrib.
sesi pertama dimulai dengan membuka pertanyaan masalah nahwu atau i'rob dari ibaroh kitab Taqrib. seorang diskusan bertanya tentang Ta'alluk lafadh Ala ta'bid dalam ibaroh tamliku manfaatin mubahin 'alatta'bid. maka seorang diskusan yang lain menjawab bahwa ta'alluk lafadh tersebut pada kata tamlik. hanya saja disana ada dua kata tamlik. pertama tamliku 'ainin. kedua tamliku manfaatin. seorang diskusan yang menanyakan apakah ta'alluk lafadh 'ala ta'bid kepada tamliku manfaatin atau tamliku ainin. seorang diskusan yang lain menerangkan bahwa 'alatta'bid taalluk pada tamlik yang kedua. dengan alasan ta'alluk harus kepada amil yang lebih dekat. tetapi penanya tidak puas dengan jawaban itu. karena, jika ta'alluknya hanya pada yang kedua, maka untuk tamliku ainin tidak 'alatta'bid. sedangkan dalam fikih jual beli harus alatta'bid baik tamliku ainin atau tamliku manfaatin. maka peserta diskusan yang lain memberi keterangan dari kitab yang ia bawa, maaf saya lupa menanyakan nama kitab itu, bahwa sebenarnya memang kedua tamlik itu perlu qoyid ta'bid. oleh karena itu ada dua kemungkinan. pertama bahwa mushonnif kurang teliti sehingga ia melalaikan ibaroh 'Alatta'bid untuk yang tamliku ainin. kedua, bahwa menurut mushonnif untuk tamliku ainin tidak perlu qoyid ta'bid karena tidak ada tamliku ainin yang tidak ta'bid. berbeda dengan tamliku manfaatin. karena ada tamliku manfaatin yang tidak ta'bid, seperti persewaan (ijaroh). maka yang perlu qoyid hanya yang tamliku manfaatin.
alhaisl, ta'alluk lafadh 'alatta'bid hanya untuk yang tamliku manfaatin saja. sang penanyapun menerima jawaban itu dengan lega.
untuk sesi kedua dibuka pertanyaan tentang isi dari bab jual beli sebagaimana yang dibahas oleh Fathul qorib Mujib. ada sebuah pertanyaan dari diskusan tentang ibaroh Muntafa'an bihi. apa yang dimaksud dari muntafa'an bihi dan apa definisinya?
bersambung....
Kamis, 18 Desember 2008
Rabu, 03 Desember 2008
Dianatan Wa Qodhoan (2)
Artinya, secara Qodhoan (hukum resmi) kedua pihak dpt dbenarkan. Karena sesuai konstitusi. Tetapi, jika melihat sisi Dianatan seharusnya kedua pihak menyadari akan kemaslahatan yang lebih besar bagi rakyat.
Jika memang benar, mengulangi pemilihan adalah yg paling maslahat, maka smua rakyat harus mengikutinya. Jika itu tustru membuang2 waktu dan dana masyarakat yg shrusnya dpt dialokasikan pd kperluan rakyat yg lbih penting, maka mengapa tdak ada yg mengalah?
Semuanya kembali pada kedua belah pihak yg bersteru. Tetapi, karena kputusan sudah dtetapkan, maka semuanya harus patuh. Saya percaya spnuhnya pada MK.
Jika memang benar, mengulangi pemilihan adalah yg paling maslahat, maka smua rakyat harus mengikutinya. Jika itu tustru membuang2 waktu dan dana masyarakat yg shrusnya dpt dialokasikan pd kperluan rakyat yg lbih penting, maka mengapa tdak ada yg mengalah?
Semuanya kembali pada kedua belah pihak yg bersteru. Tetapi, karena kputusan sudah dtetapkan, maka semuanya harus patuh. Saya percaya spnuhnya pada MK.
Qodhoan wa Diyanatan (1)
Membaca fenomena Pilgub Jatim yg membuat kontroversi antara yg mendukung kputusan MK dan menolak.
Sebagian masyarakat ada menulis "mahalnya demokrasi", yg intinya adalah seharusnya dana yg dgunakan untuk pemilihan ulang dialokasikan ke hal lain yg lebih bermanfaat. Pendapat ini benar. Tetapi saya juga tdak menyalahkan pihak MK yang memutuskan untuk diadakan pemilihan ulang. Karena langkah yg diambil oleh MK sudah sesuai dg konstitusi.
Kita tinggal menyoroti sisi kedu pihak penuntut atau yg tertuntut. Pihak penuntut sbenrnya tdk salah jika mengambil langkah hukum untuk mengadukan kcurangan tertuntut (secara qodhoan). Namun scara dianatan (hubungan antara dia dan Allah) seharusnya ia mengedpankan kpntingan rakyat dan merelakan org lain untuk menjadi gubernur. Karena, tuntutan smacam ini pasti menghbiskan biaya besar. Akan lbih baik ia mengalah.
Begitu jg untuk tertuntut, Secara undang2 ia memang berhak membela diri jika merasa tidak bersalah. Tetapi, jika trnyata melakukan ksalahan, sebaiknya ia mengakuinya.
Sebagian masyarakat ada menulis "mahalnya demokrasi", yg intinya adalah seharusnya dana yg dgunakan untuk pemilihan ulang dialokasikan ke hal lain yg lebih bermanfaat. Pendapat ini benar. Tetapi saya juga tdak menyalahkan pihak MK yang memutuskan untuk diadakan pemilihan ulang. Karena langkah yg diambil oleh MK sudah sesuai dg konstitusi.
Kita tinggal menyoroti sisi kedu pihak penuntut atau yg tertuntut. Pihak penuntut sbenrnya tdk salah jika mengambil langkah hukum untuk mengadukan kcurangan tertuntut (secara qodhoan). Namun scara dianatan (hubungan antara dia dan Allah) seharusnya ia mengedpankan kpntingan rakyat dan merelakan org lain untuk menjadi gubernur. Karena, tuntutan smacam ini pasti menghbiskan biaya besar. Akan lbih baik ia mengalah.
Begitu jg untuk tertuntut, Secara undang2 ia memang berhak membela diri jika merasa tidak bersalah. Tetapi, jika trnyata melakukan ksalahan, sebaiknya ia mengakuinya.
Langganan:
Postingan (Atom)